Senin, 30 Januari 2012

MARKETING STRATEGY, DI MANA POSISI MU?

Digital Marketing Strategist, Di Mana Posisimu?

Perubahan strategi bisnis dalam bidang pemasaran yang akan paling banyak memberikan pengaruh adalah proses digitalisasi perusahaan. Perusahaan akan semakin menyadari akan pentingnya membangun sistem dan infrastruktur dalam menghadapi persaingan dengan game yang baru. Pada titik tertentu, perusahaan mungkin disadarkan bahwa bujet pemasaran untuk media digital, naik drastis. Bisa juga kemudian perusahaan mulai melihat kenyataan bahwa social media telah mengubah banyak cara perusahaan untuk berkomunikasi secara internal maupun eksternal.
Lalu, apa yang harus dilakukan oleh CMO dalam konteks struktur organisasi? Pertanyaan pertama adalah bagaimana meletakkan perencanaan dan aktivitas digital marketing ini dalam organisasi? Apakah diperlukan departemen digital marketing? Kalau ya, di mana harus diletakkan? Pertanyaan penting lainnya adalah bagaimana model pengembangan organisasi? Apakah perusahaan lebih baik menggunakan pendekatan organisasi sentralisasi atau desentralisasi?
Evolusi Strukturisasi
Salah satu alternatif untuk menempatkan pekerjaan dari digital marketing (DM) ini adalah menempatkan di bawah departemen pemasaran. Ada juga perusahaan yang menempatkan di bawah departemen komunikasi. Pada tingkat ini, perusahaan biasanya masih tidak yakin akan kontribusi dari DM bagi perusahaan. Bisa jadi, perusahaan masih melihat bahwa media konvensional dan komunikasi tradisional masih memainkan peran utama bagi kinerja produk dan merek perusahaan.
DM hanya dipimpin oleh mereka yang masih setingkat staf atau paling tinggi adalah supervisor. CMO yang meletakkan DM dalam posisi ini mempertimbangkan bahwa DM adalah salah satu alternatif media. Jadi, tanggung jawab staf atau supervisor ini adalah menggunakan web dan social media untuk mendukung media konvensional lainnya seperti televisi dan media cetak. Ini bisa terjadi karena bujet untuk DM dianggap terlalu kecil untuk dipimpin seorang manajer. CMO cuma memberikan deskripsi bahwa DM hanya bersifat taktis dan tidak bernilai strategis.
Beberapa industri seperti otomotif atau elektronik misalnya, biasanya sudah memiliki bujet DM yang relatif besar. Mereka mulai mempertimbangkan untuk menempatkan posisi digital marketing strategist pada tingkat manajer. Dengan demikian, manajer dan staf di bawahnya dapat membantu seluruh brand manager atau product manager. Dengan memilih struktur seperti ini, perusahaan sudah menyadari akan pentingnya digital marketing untuk mengembangkan kinerja pasar dari semua merek yang dimiliki perusahaan. Posisi dari digital marketing strategist pada tingkat ini sudah dituntut untuk membuat perencanaan DM yang komprehensif. Mereka memiliki tujuan strategis yang jelas.
Ketika lingkungan digital sudah mulai semakin besar, struktur yang kedua ini sudah mulai menimbulkan banyak konflik dengan divisi lain. Dibanding dengan pola pemasaran konvensional, strategi dan implementasi DM ini sering kali berhubungan dengan divisi yang lebih banyak. DM akan banyak berhubungan dengan divisi PR atau corporate secretary. Peran dari social media yang semakin besar, akan membuat pekerjaan divisi PR sangat bergantung pada DM. Demikian pula, DM harus berhubungan erat dengan divisi IT perusahaan. Tanpa dukungan dari pihak IT, banyak strategi DM tidak akan berhasil diimplementasikan. DM biasanya banyak berhubungan dengan database pelanggan dan data-data transaksi lainnya.
Demikian pula, DM banyak berhubungan dengan divisi pelayanan dan operasional. Web dan social media merupakan salah satu kontak layanan yang sudah banyak digunakan untuk menampung keluhan pelanggan dan sekaligus sebagai alat komunikasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan pelanggan. Bank-bank di Amerika, sudah mulai menggunakan Twitter untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Bila perusahaan sudah mulai mengembangkan e-commerce, maka perusahaan membutuhkan digital strategist dan bukan hanya digital marketing strategist. Pimpinan digital strategist harus berkolaborasi dengan banyak divisi dari keseluruhansupply chain perusahaan. Mereka harus bekerja sama dengan bagian logistik untuk masalah delivery dan bekerja sama dengan bagian pembelian serta produksi untuk menyelesaikan masalah persediaan. Juga bekerja sama erat dengan bagian keuangan untuk masalah pembayaran dari pelanggan.
Pada tingkat ini, digital strategist sudah memiliki fungsi yang semakin besar dan cross-functional dalam perusahaan. CMO sudah sulit untuk menjadi atasan dari digital strategist. Bagi CEO, pilihannya adalah menjadikan digital strategist pada tingkat VP atau direksi sebagai alternatif pertama. Alternatif kedua adalah menjadikan divisi ini sebagai divisi pendukung untuk divisi-divisi lainnya.
Sentralisasi vs Desentralisasi
Bagaimana perusahaan meletakkan digital marketing strategist bila perusahaan memiliki berbagai strategic business unit(SBU)? CEO akan dihadapkan pada dua pilihan, yaitu mengadopsi sentralisasi atau desentralisasi. Untuk pilihan pertama, yaitu melakukan dengan pendekatan sentralisasi, keuntungannya terutama terletak dalam hal kontrol. Perusahaan bisa mengontrol informasi dan pesan yang harus disampaikan kepada pelanggan. Demikian juga, perusahaan mampu mengontrol konten dari semua media digital. Keuntungan lain adalah kolaborasi dengan departemen atau divisi lain menjadi lebih mudah.
Kelemahan dengan struktur sentralisasi adalah besarnya resources yang diperlukan untuk membangun budaya digital dalam perusahaan. Perusahaan membutuhkan infrastruktur yang lengkap karena mereka harus membangun mulai dari nol. Kelemahan lain yang dominan adalah proses yang lambat dalam merespons perubahan. Dan ini jelas tidak sesuai dengan perubahan teknologi digital yang cenderung sangat cepat.
Hal sebaliknya terjadi dengan desentralisasi. Perusahaan kehilangan kemampuan untuk mengontrol informasi dan konten. Di sisi lain, alternatif ini menawarkan berbagai keuntungan yang menjadi kelemahan sentralisasi. Pertama, karena kewenangan yang tinggi, tim digital cenderung lebih kreatif. Mereka merasa memiliki wewenang dan kebebasan untuk mengembangkan banyak hal. Struktur ini juga sudah pasti akan lebih sesuai bila perusahaan ingin meningkatkan respons terhadap perubahan di pasar. Risiko dari kewenangan dan kebebasan tentunya adalah kesalahan dalam pengambilan keputusan dan konflik internal yang lebih tinggi. Struktur desentralisasi harus diimbangi dengan gaya leadership yang kuat, pemimpin yang memiliki visi yang jelas, tegas dalam mengambil keputusan, tetapi mampu memberikan inspirasi kepada seluruh jajarannya.
Bagi industri perbankan, biasanya mereka menyukai sentralisasi. Kontrol dalam industri ini relatif harus besar. Mereka cenderung tidak berani menghadapi risiko karena kesalahan dalam pengambilan keputusan. Birokrasi dan prosedur memang masih menjadi budaya untuk industri ini. Sebaliknya, industri seperti consumer goods akan cenderung memilih desentralisasi. Tipe ini akan berjalan sesuai dengan budaya perusahaan yang ingin selalu inovatif dan menjadi yang terdepan dibanding dengan pesaingnya.
Bagaimana dengan perusahaan Anda? Sudahkah mulai memikirkan perubahan organisasi untuk mengadopsi peran digital marketing? Di manakah mereka harus diletakkan? Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan DM, CMO dan CEO akan terus dikejar dengan pertanyaan ini. (www.marketing.co.id)

5 CARA DIGITAL MARKETING DONGKRAK LOYALITAS PELANGGAN

5 Cara Digital Marketing Dongkrak Program Loyalitas Pelanggan

December 8th, 2011 by sekar.ayu
Kehadiran teknologi digital jelas telah memberikan keuntungan baik bagi individu maupun dunia bisnis. Teknologi ini secara dramatis menciptakan cara baru bagi perusahaan dan pelanggan berhubungan. Perusahaan perlu memahami pelanggan mereka agar dapat merespon kebutuhan pelanggan lebih baik dari yang kompetitor mereka lakukan. Bagi beberapa bisnis, hal ini membuat program loyalitas pelanggan menjadi lebih penting. Karena hal tersebut dapat menjadi perekat antara dunia digital dengan dunia offline.
Sayangnya, pada beberapa kasus program melalui saluran digital tidak “nyambung” dengan program loyalitas pelanggan. Beberapa perusahaan memindahkan program loyalitas mereka dari format cetak ke format digital dalam bentuk kupon online, email, dan aplikasi seluler. Namun seringkali hal ini dilandasi oleh semangat untuk memotong biaya, bukan demi membangun hubungan yang lebih erat dengan pelanggan.
Teknologi digital lebih dari sekadar alat untuk menghemat biaya, bisnis unit baru, atau taktik. Data pelanggan atau program loyalitas yang dimiliki perusahaan akan lebih menguntungkan bila perusahaan tersebut mampu berpikir strategis tentang peran digital dalam membangun bisnis yang berorientasi pada pelanggan.
Program loyalitas pelanggan haruslah dipandang sebagai platform kunci bagi pertumbuhan perusahaan. Teknologi digital adalah alat untuk melakukannya. Ada lima solusi digital yang dapat mendukung program loyalitas pelanggan.

* Menyediakan Data

Data pelanggan adalah salah satu keuntungan yang bisa diperoleh melalui program loyalitas. Mekanisme digital kini mampu menghasilkan data ini tanpa perlu infrastruktur terpisah. Sejumlah data signifikan ini jika diambil dengan benar dan menggabungkannya dengan data yang telah ada akan membantu perusahaan memahami pelanggan dan memperbaiki komunikasi agar dapat memenuhi kebutuhan mereka.
Insight yang diperoleh dari situs atau media sosial dapat membantu perusahaan untuk memahami motivasi pembelian pelanggan.  Sayangnya banyak perusahaan yang memiliki situs menganggap saluran ini sebagai pelengkap dan lupa bahwa ada data baru yang bisa diambil dari sana. Jadi ubah cara pandang kita terhadap saluran digital, dan kita akan memperoleh kejutan menyenangkan dari sana.

* Mekanisme Baru untuk Berhubungan dengan Pelanggan Kapanpun, Dimanapun

Pelanggan memiliki banyak pilihan dan peluang untuk berhubungan dengan siapapun di jagad digital. Karenanya sangat penting memperluas strategi program loyalitas ke saluran digital. Dengan begitu perusahaan dapat memaksimalkan peluang untuk berhubungan dengan pelanggan melalui cara yang paling relevan.

* Menyediakan Data Digital untuk Saluran Media Tradisional

Teknologi digital membuka banyak peluang di media yang sebelumnya tertutup. Data media digital di level individu memungkinkan kita melihat target pelanggan yang cocok dengan saluran komunikasi tertentu. Bukan itu saja, data tersebut juga memungkinkan kita melakukan pengukuran yang menghubungkan data online dengan data penjualan offline untuk memahami efektivitas media. Dengan kemitraan antara media online dan tradisional, kita dapat melakukan pengukuran dan memperoleh ROI yang jelas. Bukankan itu yang selama ini kita cari?

* Solusi Pembayaran Digital

Beberapa bisnis telah merilis program e-wallet, dan beberapa telah menciptakan cara transaksi mereka sendiri. Di satu sisi program ini dapat menjadi ancaman disintermediasi program loyalitas, tapi di sisi lain juga membuka peluang. Pelanggan cukup membawa sebuah dompet (dengan banyak kartu di dalamnya). Namun, dengan begitu banyak kartu yang dimiliki, pelanggan mungkin akan lupa program yang kita tawarkan. Karenanya, kehadiran di benak pelanggan adalah kuncinya. Solusi pembayaran digital tentu akan disukai, namun agar berhasil Anda harus menjaga brand Anda dalam top of mindpelanggan, baik dalam hal awareness maupun kepercayaan.

* Memperkuat Kepercayaan

Saluran baru, data baru, dan penyedia layanan baru menambah kerumitan bagi perusahaan untuk mengatur data dan preferensi pelanggan. Hal ini masih ditambah dengan isu mengenai keamanan data pribadi yang semakin menjadi perhatian pelanggan. Kepercayaan dan nilai menjadi kunci hubungan dengan pelanggan, terutama jika mereka harus membagi informasi pribadi kepada perusahaan.
Karenanya, perusahaan harus mampu transparan tentang keamanan data pribadi dan jujur mengenai nilai yang dapat diberikan kepada pelanggan. Program loyalitas adalah platform luar biasa dalam memperkuat dan mempertahankan kepercayaan. Caranya dengan memberikan nilai melalui pengalaman berbelanja.
Filosofi dan pendekatan loyalitas akan selalu menjadi kelebihan kompetitif yang dimiliki perusahaan yang membuatnya menjadi berharga di mata pelanggan. Karenanya program loyalitas seharusnya tidak disingkirkan dari prioritas hanya karena ada mainan digital  baru yang lebih kinclong. Program tersebut haruslah dipandang sebagi platform kunci yang mendorong pertumbuhan dan menghubungkan dunia online dan offline, baik bagi perusahaan maupun pelanggan. (www.retailcustomerexperience.com)

Jumat, 13 Januari 2012

6 Steps for Protecting Corporate Reputation in the Social Media Age

Here are those critical steps to heed to avoid crises like those above.

1. Don’t Pretend a Crisis Is Not Happening


As Gemma Craven, EVP from Ogilvy’s 360 Digital Influence team says, “It’s no longer the Golden Hour, but the Golden Minute. Lack of a well crafted, well meaning response could cost you.”
Similarly, Robert DeFillippo, chief communications officer from Prudential Financial explains, “It’s just as dangerous to over respond as it is to under respond.”

2. Don’t Make an Empty Gesture


Apologizing for apologizing only comes across as lazy and uninspired.

3. Don’t Refuse to Backtrack


Netflix refused to go back to its original price and its stock still sags below what it used to be.
Social media should be used as a tool for honest communication. Admit your mistake, and speak directly to your customers about how you’ll be going back to fix things.

4. Develop Channels of Communication


Utilize or establish a blog, Twitter and Facebook networks and a strong company intranet to reassure customers and employees. This allows you to convey messaging through email, video, or webchats. It’s very democratic in nature. It’s a need in a world that evolves at the speed of light.

5. Establish a Crisis Communications Response Team


Companies must drive the messaging and response. Use listening platforms, monitor sentiment, and establish a dedicated team to inform and advise internal and external stakeholders of issues and responses.

6. Become Influential and Change Perceptions


Become influential. We are the centerpieces of this new world. If you don’t write, take speaking engagements, talk to your audiences and connect, you become irrelevant. You simply disappear.
Use these channels to focus the conversation around your brand so that when a crisis does arise, you have more control over the perception.